Minggu, 26 April 2009

Kegiatan KKN Program PBA IAIN Walisongo 2009


Kegiatan KKN Tematik PBA
Oleh : Muhammad Erwin Saputro

Basah kuyup, dingin dan tubuh menggigil….itulah kondisi yang dialami oleh rekan-rekan kami tim KKN IAIN Walisongo posko 75 Desa Pesaren Kec. Sukorejo ketika sedang mengunjungi para warga belajarnya di dusun Pucungkerep yang terletak di sebelah selatan ujung desa dengan jarak kurang lebih 3 km dari posko.

Kejadian tersebut terjadi pada hari kamis , 23 April 2009. Pukul 13.30 wib kami tim KKN posko 75 bermaksud mengadakan ta’aruf dengan para warga belajar didusun tersebut. Program KKN kali ini yaitu tematik PBA (Penuntasan Buta Aksara). Pukul 13.30 wib kami pun berangkat bersama-sama dari posko dengan mengendarai sepeda motor bersama-sama, anggota tim KKN kami berjumlah 6 mahasiswa yang terdiri dari 2 mahasiswa reguler (Mas catur dan mbak Isti) dan 4 mahasiswa kualifikasi S1 GPAI (mahasiswa yang sudah tua-tua) he….he…he… yaitu Pak Ghozali, Bu Wiqoyati, Bu Siti Shofuroh dan diriku sendiri. tetapi 1 mahasiswa tidak dapat berangkat ke posko karena sedang memiliki anak bayi yang berumur 5 bulan. Bu shofuroh namanya. Kami berlima pun berangkat dari posko, Pak Ghozali sendirian mengendarai sepeda motor sedangkan kami berempat saling berboncengan.

Awal perjalanan sich biasa-biasa saja…. Cuaca masih bersahabat meski agak mendung, tetapi ketika akan melewati areal perkebunan cengkeh tiba – tiba hujan pun turun. Pada mulanya hanya gerimis saja, Kamipun tetap melanjutkan perjalanan karena kami sudah janji dengan warga belajar pukul 14.00 wib acara akan berlangsung dimulai, lama-lama hujan pun turun bertambah deras dan lebat mengguyur kami , untungnya aku dan mas catur membawa jas hujan yang segera kupakai agar baju tidak menjadi basah, dan snack untuk para warga belajar nantinya yang kubawa pun tidak kehujanan. Pak Ghozali, rekan kami kebetulan lupa membawa jas hujan…akhirnya ia pun basah kuyup, Hujan pun turun semakin bertambah deras dan lebat…kami sempat panik dan binggung juga untuk mencari tempat berteduh mengingat kami masih berada di areal perkebunan cengkeh karena kasihan melihat kondisi pak ghozali yang sudah basah kuyup.Sepeda motor kami terus tetap melaju untuk mencari tempat berteduh…Alhamdulillah tak lama berselang kami pun melihat sebuah bangunan sekolah dasar.

Akhirnya kami pun berteduh dan Istirahat sejenak sambil menunggu hujan reda. Walaupun sudah memakai jas hujan, Baju kami tetap basah kuyup mengingat hujan turun dengan lebat dan deras. Dengan tubuh yang menggigil kedinginan kami pun berteduh….10 menit kemudian hujan pun reda, kami pun melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang dituju. Perjalanan kami lanjutkan, tak disangka hujan pun kembali turun semakin lebat dan bertambah deras. Terlanjur sudah kepalang tanggung kami pun tetap semangat meneruskan perjalanan walapupun harus melewati jalan bebatuan yang sangat terjal….Alhamdulillah akhirnya kami pun tiba di rumah Bapak Suherman (Kadus Ujungkerep) selaku tuan rumah dimana acara nantinya akan berlangsung.

Salam buat rekan-rekan KKN IAIN Walisongo lainnya di Kab. Kendal..tetap semangat, gigih dan pantang menyerah dalam melaksanakan tugas yang ada demi membantu program pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selasa, 24 Februari 2009

PPL Di MI Al Khoiriyah 2 Semarang


Para Asatidz dan mahasiswa PPL IAIN Walisongo Semarang yang sedang menyambut kedatangan para talamidz



Sebelum masuk ke Madrasah para talamidz sedang bersalaman kepada para Asatidz








Kamis, 01 Januari 2009

Ayo Ndang Gawe Skripsi

Alhamdulillah wa syukurillah tes akhir semester baru saja usai berlalu pada hari Ahad, 28 Desember 2008. Kini teman-teman Mahasiswa program kualifikasi S 1 IAIN walisongo Semarang khususnya Kelas H tengah mempersiapkan diri untuk meraih gelar S. Pd I melalui pembuatan skripsi yang harus menyiapkan tenaga, pikiran , biaya dsb yang sangat ekstra untuk meraih gelar tersebut. Apalagi sudah ada wanti-wanti dari pihak pengelola program bahwa Juni 2009 skripsi harus sudah tuntas dan kelar untuk siap ikut Munaqosah.

Buat para teman-teman semuanya Selamat Berjuang, Tetap semangat walaupun banyak yang sudah tua. Smoga Sukses Selalu !

Sabtu, 13 Desember 2008

PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITAS

Oleh : Muhammad Erwin Saputro


  1. PENDAHULUAN

Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadist bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Bila dua buah hadits menentukan kepada rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi.

Hadits Mutawatir memberikan pengertian kepada Yaqin al-qoth’I bahwa Nabi Muhammad SAW, benar-benar bersabda, berbuat, atau menyatakan Iqrar (persetujuan) – Nya dihadapan para sahabat, berdasarkan sumber–sumber yang banyak sekali yang mustahil meraka sama-sama mengadakan persepakatan untuk berdusta. Berlainan dengan hadits ahad yang memberikan faedah “dhony“ (prasangka yang kuat akan kebenaran Nya).

Mengharuskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan yang seksama mengenai kelakuan dan keadaan para rawinya. Agar hadits ahad tersebut dapat diterima sebagai hujjah atau ditolak. Dari segi ini hadits ahad terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dhaif.

  1. LATAR BELAKANG DAN POKOK MASALAH

Dalam masa yang cukup panjang ini, telah terjadi pemalsuan-pemalsuan hadits yang dilakukan oleh beberapa golongan dengan berbagai tujuan atas kenyataan ini, maka Ulama’ hadits dalam usahanya menghimpau hadits Nabi, selain harus melakukan perlawanan untuk menghubungi para periwayat yang tersebar diberbagai daerah yang jauh, juga harus mengadakan penelitian dan penyeleksian terhadap semua hadits yang mereka himpunkan, karena itu, proses penghimpunan hadits secara menyeluruh terpaksa mengalami waktu yang cukup panjang, yakni sekitar lebih dari satu abad, kitab-kitab hadits yang mereka hasilkan bermacam-macam jenisnya, baik dari segi kuantitas dan kualitas hadits yang di muatnya, maupun cara penyusunannya.

Dengan demikian, tujuan utama penelitian hadits adalah untuk menilai apakah secara historis sesuatu yang dikatakan sebagai hadits Nabi itu benar-benar dapat dipertanggung jawabkan kesahihannya berasal dari Nabi ataukah tidak. Hal ini sangat penting, mengingat kedudukan kualitas hadits erat sekali kaitannya dengan dapat atau tidak dapatnya suatu hadits dijadikan Hujjah (Hujjah, Dalil) agama.

  1. PEMBAHASAN

  1. Pengertian Hadits Shahih, Pembagian Dan Contohnya

    1. Pengertian Hadits Shahih

Shahih menurut bahasa lawan dari kata Saqim (Sakit). Kata shahih juga telah menjadi kosa kata bahasa Indonesia dengan arti : sah, benar, sempurna sehat (tiada segalanya), pasti.

      1. Sedangkan menurut Muhadditsin, ialah

مَانَقَلَهُ عَدْلُ تاَ مُّ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِغَيْرُمُعَلَّلٍ وَلاَشاَذٍّ

Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rowi yang adil sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal”.1

      1. Menurut Al-Shalah (W. 643 H) memberikan pengertian shahih sebagai berikut.

ماَاِتَّصَلَ سَنَدُهُ باِلْعَدُوْلِ الضَّابِطِيْنَ مِنْ غَيْرِشُذُوْذٍوَلاَعِلَّةٍ

Hadits Shahih yaitu Hadits Musnad yang bersambung sanadnya dengan periwayatan oleh orang adil-dhobith dari orang yang adil lagi dhobith juga hingga akhir sanad, serta tidak ada yang kejanggalan dan cacat“.

      1. Yang lebih ringkas dinyatakan oleh Sayuthi :

ماَاتَّصَلَ سَنَدُهُ بِرِوَايَةِالشَّقَةِ عَنِ الثَّقَةِمِنْ اَوْلِهِ اِلَى مُنْتَهَاهُ

Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perowi yang adil lagi dhabith, tidak syaz, tidak berillat“.

Menurut Muhadditsin, bahwa suatu hadits dapat dinilai shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :

  1. Rowinya bersifat adil

  2. Sempurna ingatan

  3. Sanadnya tiada putus

  4. Hadits itu tidak berillat

  5. Tiada janggal2

    1. Pembagian Macam-macam Hadits Shahih

Hadits Shahih dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

        1. Hadits Shahih Lazatih (Shahih karena dirinya(

        2. Hadits Shahih Lighairih (Shahih bukan karena dirinya)

Hadits Shahih Lazatih adalah suatu hadits yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat hadits shahih.

Contoh :

حَدَّثَناَعَبْدَاللهِ بْنُ يُوْسُفَ اَخْبَرَناَماَلِكُ عَنْ ناَفِعٍ عَنْ عَبْدِاللهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ : اِذَاكاَنُوْثَلاَثَةً فَلاَيَتَناَجَى اِثْناَنِ دُوْنَ الثَّالِثِ ( رواه البخارى )

Artinya :

“Bukhori berkata, “Abdullah bin yusuf telah menceritakan kepada kami bahwa Rosulullah SAW, bersabda, “Apabila mereka bertiga, janganlah dua orang berbisik tanpa ikut serta orang ketiga“ (HR. Bukhori).

Hadits diatas diterima oleh Bukhori dari Abdullah bin yusuf. Abdullah bin yusuf menerimanya dari Malik. Malik menerimanya dari Nafi’, Nafi’ menerimanya dari Abdullah dan Abdullah itulah sahabat Nabi yang mendengar Nabi SAW bersabda.

Semua nama-nama tersebut adalah rawi-rawi yang adil, zabit,dan benar-benar bersambung. Tidak ada cacat, baik pada sanad maupun matan.

Hadits Shahih Lighairih adalah hadits yang dibawah tingkatan shahih yang menjadi hadits shahih, karena diperkuat oleh hadits-hadits yang lain. Pada hakekatnya hadits shahih lighairih adalah hadits hasan lizatih (hadits hasah karena dirinya sendiri).

Contoh :


عَنْ ابَِِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ : لَوْلاَاَشُقَّ عَلَى اُمَّتِىْ لاَمَرْتُهُمْ بِلسِّوَاكِ عِنْدَكُلِّ صَلاَةٍ ( رواه البخارى والترمذى )

Artinya :

“Dari Abu Khurairoh, bahwa Rosulullah bersabda, “sekiranya Aku tidak menyusahkan umatku, tentu Aku menyuruh mereka bersiwak (menggosok gigi) setiap sholat“ (HR. Bukhori dan Muslim)

Bila suatu hadits diriwayatkan oleh lima buah sanad, maka hadits itu dihitung bukan sebagai satu hadits, tetapi lima hadits. Hadits yang diriwayatkan oleh empat buah sanad, dihitung sebagai empat buah hadits. Jadi hadits tersebut diatas yang diriwayatkan oleh Bukhori dengan tersendiri dan Tirmizi dengan sanad tersendiri pula, dihitung sebagai dua hadits.3

  1. Pengertian Hadits Hasan, Pembagian Dan Contohnya

        1. Pengertian

Hadits Hasan menurut bahasa berarti مَاتَشْهِيْهِ النَّفْسُ وَتَهِيْلُ اِلَيْهِ (suatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu).

Para Ulama’ berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadits hasan ini disebabkan diantara mereka ada yang menggolongkan hadits hasan sebagai hadits yang menduduki posisi diantara hadits shahih dan hadits dha’if yang dapat dijadikan hujjah.

Ulama’ yang mula-mula memunculkan istilah “Hasan“ bagi suatu jenis hadits yang berdiri sendiri adalah Imam Al-Tirmidzi.

Hadits Hasan menurut Al-Tirmidzi (dalam redaksi Ibn Taymiyah) adalah :

مَارُوِيَ مِنْ وَجْهَيْنِ، وَلَيْسَ فِى رُوَّاتِهِ مَنْ هُوَمَتَّهِمْ بِالْكَذْبِ، وَلاَهُدَشَاذٌمُخَالِفٌ لِلأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ

Artinya :

“Hadits yang diriwayatkan dari dua arah (jalur) dan para perowinya tidak tertuduh dusta, tidak mengandung syadz yang menyalahi hadits-hadits shahih“.

Yang dimaksud syadz versi Al-Tirmizi adalah perawi yang meriwayatkan hadits tersebut berlwanan dengan orang yang lebih hafal dari padanya atau lebih banyak jumlahnya.

Tidak semua ahli hadits sejalah dengan batasan yang diberikan Al-Tirmidzi ini, sebagaimana contoh yang dianjurkanya adalah ketidak konsisten Al-Tirmidzi seperti pengunaan istilah hadits “Hasan Gharib“ dalam menetapkan suatu hadits.4

Sementara Ibnu Hajar Mendefinisikan hadits hasan sebagai berikut :

وَخَبَرُاْلأَحَادِبِنَقْلِ عَدْلٍ تَامِ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِغَيْرُمُعَلَّلٍ وَلاَشَادٍهُوَالصَّحِيْحُ لِذَاتِهِ. فَاِنْ قَلَّ الضَّبْطُ فَالْحَسَنُ لِذَاتِهِ.

Artinya :

“Khobar Ahad yang dinukilkan melalui perowi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung sanadnya dengan tanpa berillat dan syadz disebut hadits shahih, namun bila kekuaan ingatannya kurang kokoh (sempurna) disebut Hasan Lidzatih“.

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa hadits hasan menurut Ibnu Hajar adalah hadits yang telah memenuhi lima persyaratan hadits shahih. Hanya saja bedanya, pada hadits shahih daya ingatan perowinya lebih sempurna. Sedang pada hadits hasan ingatan perowinya kurang sempurna. Dengan kata lain bahwa hadits hasan menurut Inbu Hajar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang adil, (tetapi) tidak begitu kuat ingatannya bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya.5

Adapun syarat-syarat hadits hasan secara rinci sbb:

          1. Sanad nya bersambung.

          2. Perowinya adil.

          3. Perowinya dhabit, tetapi kualitas kedhobit-annya dibawah kedhobit-an perowi hadits shahih.

          4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz dar.

          5. Tidak berillat.6

Macam-macam Hadits Hasan dan Contohnya

  1. Hadits Hasan Lizatih

Adalah hadits yang berwujud karena dirinya sendiri yakni karena matan dan para perowinya memenuhi syarat-syarat hadits shahih, kecuali keadaan rowi (rawinya kurang zabit).

Diantara hadits-hadits hasan lizatih sebagian dapat berada pada tingkatan hasan, tetapi sebagian lainnya dapat naik pada tingkatan shahih lighairih.

Contohnya :

لََوْلاَ اََنْ أَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى أَوْعَلَى النَّاسِ لأَمَرْتُهُمْ بِالسَّوَاكِ مَعِ كُلَّ صَلاَةِ (رواه البخارى والترمذى)

Artinya :

“Sekiranya Aku tidak menyusahkan umatku, tentu Aku menyuruh mereka bersiwak (menggosok gigi) setiap sholat“ (HR. Bukhori Muslim)

  1. Hadits Hasan Lighairih

Adalah hadits dibawah derajat hasan yang naik ketingkatan hadits hasan, karena hadits lain yang menguatkannya atau hadits hasan lighairih adalah hadits dhaif yang karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat menjadi hasan.

Contoh hadits hasan lighairih

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : حَقًّاعَلَى الْمُسْلِمِيْنَ اَنْ يَغْتَسِلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ (رواه الترمذى)

Artinya :

“Rosulullah SAW bersabda, “Merupakan hak atas kaum muslimin mandi pada hari jum’at“7 (HR. Turmudzi).

Hadits diatas diterima oleh Turmudzi melalui dua sanad :

Pertama : Dari Ali bin Hasan Al-Kufi, dari Abu Yahya bin Ibrahim At-Taimi, dari Yazid bin Ziyad, dari Abdurrahman bin Ali Lailla, dari Barra bin Azib dari Rosulullah SAW.

Kedua : Dari Ahmad bin Mani, dari Hasim, dari Yazid bin Ziyad dari Abdurrohman bin Abi Laila, dari Barra bin Azib, dari Rosulullah SAW.

Rawi dalam sanad pertama terpercaya, kecuali Abu Yahya bin Ibrahim At-Taimi, yang lemah hafalannya karena itu, hadits yang diriwayatkan oleh sanad keduajuga dipandang dhaif. Kedua hadits itu (karena ada dua sanad, harus dihitung dua hadits), saling menguatkan, sehingga masing-masingnya naik menjadi hasan lighairih.8

  1. Pengertian Hadist Dhaif, Pembagian Dan Contohnya

        1. Pengertian

Kata Dha’if menurut bahasa berarti lemah sebagai lawan kata dari kuat, maka sebutan hadits dha’if secara bahasa berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.

Secara istilah, para ulama’ terdapat perbedaan rumusan dalam mendifinisikan hadits dha’if ini, akan tetapi pada dasarnya tidak berbeda.

Al-Nawawi mendifinisikan dengan

مَالَمْ يُوْجَدْفِيْهِ شَرُوْطُ الصَّحَّةِ وَلاَشُرُوْطُ الْحَسَنِ

Artinya :

“Hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan“.

Menurut Nur Al-Din ‘Itr, bahwa difinisi yang paling baik ialah :

مَافَقِدُشَرْطً مِنْ شُرُوْطِ الْحَدِيْثِ الْمَقْبُوْلِ

Artinya :

“Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul (Hadits shahih atau hadits hasan)”.

Pada definisi ketiga memang disebutkan secara tegas bahwa jika satu syarat saja dari persyaratan hadits shahih atau hadits hasan hilang berarti hadits itu dinyatakan dhaif, lebih-lebih jika yang hilang itu dua atau tiga syarat seperti perawinya tidak adil, tidak dhobit dan tidak terdapatnya kejanggalan dalam matan. Hadits ini dapat dinyatakan sebagai yang sangat lemah.9

        1. Macam-macam Hadits Dha’if dan Contohnya

Hadits Dha’if dikelompokkansebagai berikut :

  1. Pada Sanad

    1. Dha’if karena tidak bersambung sanadnya.

      1. Hadits Munqathi’

Yaitu hadits yang gugur sanadnya disatu tempat atau lebih atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya.

Contoh :

كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَادَخَلَ الْمَسْجِدَقَالَ : لبِسْمِ للهِ وَالصَّلاَةُوَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ. اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ اَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“Karena Rosulullah SAW, apabila masuk masjid memanjatkan do’a “ Denagan nama Allah, sholawat dan salam atas Rosulullah, ya Allah! Ampunilah dosa-dosaku dan bukalah pintu rahmat untukku“.

      1. Hadits Mu’alaq

Yaitu hadits yang rowinya digugurkan seorang atau lebih awal sanadnya secara berturut-turut.

Contoh :

اَللهُ اَحَقُ اَنْ يُسْتَحْيَ مِنَ النَّاسِ

“Allah itu lebih berhak untuk dijadikan tempat mengadu malu dari pada manusia“.

      1. Hadits Mursal

Yaitu hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in.

Hadits Mursal ada 2 macam

  1. Mursal Al-Jali

  2. Mursal Al-Khafi

      1. Hadits Mu’dhal

Yaitu hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih ,secara berturut-turut.

Contoh:

لِلْمَمْلُوْكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهَ

Bagi budak itu ada hak makanan dan pakaian“.

      1. Hadits Mudallas

Yaitu khadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernada .

Bila rawi yang meriwayatkan hadits dari seorang yang pernah ketemu dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah mendengar hadits dari padanya maka itu disebut Al-Isnad.

Contohnya ialah hadits Ibu Umar r.a

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم : إِذَانَعِسَ اَحَدُكُمْ فِىْ مَجْلِسِهِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ إِلَى غَيْرِهِ (رواه ابوداود).

Rasulullah SAW bersabda “bila salah seorang kamu mengantuk diatas tempat duduknya pada hari jum’at hendaknya ia bergeser ketempat lain”.

    1. Dha’if karena tiadanya syarat adil

      1. Hadist maudhu’

Yaitu hadist yang dibuat-buat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbatkan kepada rasullah secara paksa dan dusta, baik disengaja maupun tidak.

Contohnya:

اَلنَّظَرُإِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ صَدَقَةَ

“Melihat wajah cantik termasuk ibadah“.

  1. Hadits Matruk dan Hadits Mungkar

“Hadits Martuk ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tertuduh dusta atau nampak kefasihanya, baik pada perbuatan atau pada perkataanya atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu“.

Contohnya, hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Adyy.

Sedangkan Hadits Mungkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lemah (perawi yang dhaif) yang bertentangan dengan periwayatanya orang kepercayaanya”.

    1. Dha’if karena tiadanya dhabit

      1. Hadist Mudroj

اَلْحَدِيْثُ الَّذِيْ يَطَّلِعُ فِيْهِ عَلَى زِيَادَةِ لَيْسَتْ مِنْهُ

“Hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian dari) hadist”.

Contohnya :

اَسْبِغُواالْوُضُوْءَ وَيْلٌ لِلاَعْقَابِ مِنَالنَّارِ

Pada hadits tersebut kalimat Asbighulal-Wudhu’a adalah kalimat Abu Hurairoh sendiri.

      1. Hadist Maqlub

Contoh hadits maqlub ini yang dimatanya adalah hadits riwayat muslim, sebagai berikut

..... وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍاَخْفَاهَاحَتَّى لاَتَعْتَمُ يَمِيْنُهُ مَاتَنْفَقُ شِمَالُهُ

Padahal seharusnya adalahحَتَّى لاَتَعْلَمُ شِمَالُهُ مَاتَنْفَقُ يَمِيْنُهُ sebagai mana terdapat shahih Bukhori, Muwattitha’ dan selain keduanya .

      1. Hadits Mudhtarib

Contoh hadits mudhtarib pada matan, seperti hadits dari Anas r.a ia berkata

اَنَّ النَّبِىَّ (ص) وَاَبَابَكْرٍوَعُمَرَفَكَانَوْايَفْتِحُوْنَ الْقِرَاءَةَبِالْحَمْدُلِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

      1. Hadits Mushahhaf dan Muharrof

Hadist Mushahhaf yaitu :

Terjadinya perubahan redaksi hadits dan maknanya“

Contohnya hadits Abu Ayyub Al Anshary : Bahwasanya Nabi SAW bersabda

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَاَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الذَّهْرِ.

Perkataan settan yang artinya Enam oleh Abu Bak Al shauly dirubah menjadi syai-an yang berarti sedikit. Dengan demikian rusaklah maknanya.

Sedangkan hadits Mukharraf yaitu :

Hadits yang perbedaanya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata dengan masih tetapnya bentuk tulisanya”.

Contohnya

رُمِيَ أُبَي يَوْمَ اْلاَخْزَانِ عَلَى اكْحُلِهِ ...

Ubay (bin Ka’ab) telah dihujani panah pada perang Ahzab mengenai lenganya .….”

Ghandar mentahrijkan kata Ubayy pada hadits tersebut dengan Abi (artinya bapak) padahal sesungguhnya Ubay (yakni Ubay Ibn Ka’ab).

    1. Dha’if karena kejanggalan dan kecacatan

  1. Hadits Syadz

Adalah hadits yang diriwatkan oleh orang yang Maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama“.

Contohnya

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَوْمُ عَرَفَةَوَاَيَّامُ التَّشْرِ يْقِ اَيَّامُ اَكْلٍ وَشُرْبٍ (رواه موسى بن على).

Artinya :

Rosulullah bersabda “Hari Arofah dan hari Tasyrik adalah hari makan dan minum“.

  1. Hadits Mu’allal

Yaitu hadits yang diketahui ‘illatnya setelah dilakukan penolehan dan penyelidikan meskipun pada lahirnya nampak selamat (dari cacat) “.

Contohnya adalah hadits Ya’la Ibn ‘Ubaid :

اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِمَالَمْ يَتَفَرَّقَا

“Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama belum berpisahan“.

  1. Dha’if dari Segi Matan

    1. Hadits Mauquf

Adalah hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Periwayatannya baik bersambung atau tidak.

Contohnya :

يَقُوْلُ : إِذَااَمْسَيْتَ فَلاَتَنْتَظِرِالصَّباَحَ وَإِذَااَصْبَحْتَ فَلاَتَنْتَظِرِالْمَسَاءَ، وَخُذْمِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Konon Ibnu Umar r.a berkata : “Bila kau berada diwaktu sore jangan menunggu datangnya pagi hari dan bila kau berada dipagi hari jangan menunggu datangnya sore hari. Ambilah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu“ (Riwayat Bukhori).

    1. Hadits Maqthu’

Adalah hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya baik perkataan maupun perbuatannya.

Dengan kata lain, bahwa Hadits Maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan tabi’in.10

Contohnya : Perkataan Haram bin Jubair, seorang tabi’in besar.

اَلْمُؤْمِنُ إِذَاعَرَفَ رَبَّهُ عَزَّوَجَلَّ أَحَبَّهُ، وَإِذَااَحَبَّهُ اَقْبَلَ إِلَيْهِ

“Orang mukmin itu bila telah mengenal Tuhannya Azza Wajalla niscaya ia mencintainya, dan bila ia mencintainya Allah menerimanya”11

      1. Kehujjahan Hadits Shahih, Hadits Hasan dan Hadits Dha’if

Dalam periwayatan hadits, sanad hadits dinyatakan memiliki kedudukan yang sangat penting. Hadits yang dapat dijadikan hujaf (hujjah) hanyalah hadits yang sanadnya shahih.12

Para Ulama’ ahli hadits dan sebagian ulama’ ahli ushul serta ahli Fiqih sepakat menjadikan hadits shahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya.13

Sedangkan hadits hasan jumhur mengatakan bahwa kehujjahan hasan seperti hadits shahih, namun derajatnya tidak sama.14

Adapun hadits dhaif adakalanya tidak bisa tolerir (la yujbaru) kedhaifannya, misalnya karena kemaudhu’annya. Ada juga yang bisa tertutupi (yujbaru) kedhaifannya (karena ada faktor lainnya).

Untuk yang pertama tersebut, berdasarkan kesepakatan ulama’ hadits, tidak diperbolehkan mengamalkannya baik dalam penerapan hukum-hukun, akidah maupun fadhail al-amal.

Sementara untuk jenis yang kedua ada yang berpendapat menolak secara mutlak baik untuk penerapan hukum, akidah maupun fadhail al-amal. Dengan alasan karena hadits dhaif ini tidak dapat dipastikan datang dari Rosulullah SAW.15


V.KESIMPULAN

  1. Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadits bergantung kepada tiga hal yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan.

  2. Kedudukan kualitas hadits erat sekali kaitannya dengan dapat atau tidak dapatnya suatu hadits dijadikan hujjah (hujjah, dalil) agama.

  3. Pembagian hadits dilihat dari diterima–tidaknya dibagi menjadi tiga yaitu : hadits shahih, hadits hasan, hadits dhaif.

  1. PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat, sebagai insan yang jauh dari kesempurnaan tentunya kami berusaha semaksimal mungkin demi kebaikan makalah kami ini, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun (konstruktif) sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.



DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, Muhammad, Mudzakir, M, Drs. Ulumul Hadits, CV. Pustaka Setia,

Semarang : 2000

Ismail, Syuhudi, H. M, Drs. Prof, kaedah keshahihan sanad hadits telaah kritis dan tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah, PT. Bulan Bintang,

Jakarta : 1995.

Rahman Fatchur, Drs. Ikhtisar Musthalahul Hadits, PT. Al Ma’arif,

Bandung : 1974

Suparta, Munzir, Drs. Ma, Ilmu Hadits, PT. Raja Grafindo,

Jakarta : 2003.

1 Drs. Fatchurrahman, ikhtisar musthalahul hadits Bandung : PT Al-Ma’arif 1974 hal : 117

2 Ibid, hal 118

3 Drs. H. Muhammad Ahmad, Drs.M. Mudzakir, Ulumul Hadist Bandung : CV Pustaka Setia 2000 hal : 106-108.

4 Drs. Munzier Suparta MA, Ilmu Hadits Jakarta : PT Raja Grafindo Persada hal : 141-142.

5 Ibid, hal : 144.

6 Ibid, hal : 145

7 Drs. H. Muhammad Ahmad op cit hal : 116-117

8 Ibid hal : 117-118.

9 Drs. Munzier Suparta, MA hal : 149-151

10 Ibid, hal : 152-171

11 Drs. Fatchur Rahman, hal : 257.

12 HM. Syuhudi Ismail, kaedah kesahihan sanad hadits : PT. Bulan Bintang Jakarta 1995 hal : 224

13 Drs. Munzier Suparta, hal : 136

14 Ibid, hal : 148.

15 Ibid, hal : 172.

Sabtu, 29 November 2008

Ngajarin Main Internet

Mahasiswa Program Kualifikasi S1
Kelas H IAIN Walisongo Semarang

Hari Minggu tanggal 30 Nopember 2008 Jam 07.41 WIb .kududuk disamping Bu Tri, bu Yuni, Bu akilah Tuk nagajarin mereka buat belajar Internet Di Lab. komputer. Ternyata mereka pada katrok belum pernah megang sama sekali yang namanya komputer apalagi main internet.
Akhirnya setelah dengan kesabaran yang luar biasa................... Tetap aja kagak bisa.

Jumat, 21 November 2008

Tradisi Ritual Komunal

TRADISI RITUAL UPACARA KOMUNAL INDIVIDUAL

Oleh : Muhammad Erwin Saputro , A. Ma

I. PENDAHULUAN

Ritual merupakan ekspresi dari pengalaman keagamaan merupakan konsekwensi eksestensial dan substansial dari perilaku agama , khususnya ketika agama dalam pengertian sebagai pengalaman spiritual dari keberjumpaan manusia – tuhan dalam sebuah pengalaman keberagaman . Dengan demikian secara substansial , agama dan beragama bersifat individual. Namun demikian , hasrat manusia untuk berada pada jalan yang benar dan kecenderungannya untuk mengikatkan dirinya dengan sumber asalnya tidak selalu hadir sebagai pengalaman yang dialami sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi , maka mereka cenderung untuk melakukan peniruan dan pengulangan terhadap perilaku keagamaan (ritual) atau aktifitas beragama orang – orang yang dianggapnya telah mengalami pengalaman suci tersebut [1]

II. RUMUSAN MASALAH

  1. Pengertian Tradisi
  2. Tradisi Komunal
  3. Tradisi Lingkaran Hidup

III. PEMBAHASAN

  1. Pengertian Tradisi

Yang dimaksud dengan tradisi adalah suatu kebiasaan yang ada di masyarakat yang dilakukan dari generasi ke generasi seterusnya secara terus menerus dan bertahap dari tahun ke tahun . Ada yang menyebutkan bahwa tradisi sama dengan kebudayaan , tapi definisi dari kebudayaan itu sendiri adalah penjelmaan (manifestasi) akal dan rasa manusia , hal mana berarti pula bahwa manusialah yang menciptakan kebudayaan atau tradisi itu sendiri . Atau dengan kata lain bahwa kebudayaan bersumber kepada manusia . Dengan demikian jelaslah bahwa tradisi atau kebudayaan islam adalah penjelmaan akal dan rasa manusia muslim itu sendiri .

B. Tradisi Komunal

Ketika disadari bahwa hubungan eternal antara realitas mutlak atau Tuhan dengan alam semesta dan manusia (Makhluk) secara substansial terjadi pada “saat” proses pencipataan , maka perilaku ritual , secara umum diambil dari event penciptaan tersebut , atau even theophani yaitu peristiwa – peristiwa (yang dianggap) suci , tatkala realitas mutlak menempatkan “diri” hadir dihadapan atau dalam diri manusia –manusia “suci” . Ketika itulah perenungan atau pendakian spiritual sebagai dimensi dan persoalan individual menjadi berdimensi sosial . Hal inipun terjadi ketika ada kesadaran bahwa ternalitas diri hanya dicapai bersamaan dengan eternalitas “Cosmos” . karena eternalitas ilahi dipersepsi mewujudkan dalam eternalitas alam , dan eternalitas alam akan tercapai dan terjadi bila keteraturan dan kelestarian alam dipertahankan . Ketika itulah spiritualitas individual beralih menjadi spiritualitas komunal.[2]

Slametan adalah kegiatan – kegiatan komunal jawa yang biasanya digambarkan oleh ethnografer sebagai pesta ritual , baik upacara di rumah maupun di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar, mulai dari tedhak siti (upacara menginjak tanah yang pertama), mantu (perkawinan), hingga upacara tahunan untuk memperingati ruh penjaga.

Slametan berasal dari kata slamet (Arab : salamah) yang berarti selamat , bahagia , sentausa . selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden – insiden yang tak dikehendaki. Sementara itu Clifford Geertz slamet berarti gak ana apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak akan terjadi apa-apa” (pada siapapun).

Dengan demikian slametan memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum . Disamping itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (talak balak). Slametan dalam skala kecil yang dilakukan oleh individu atau keluarga tampak ketika mereka mulai membangun rumah , pindahan , ngupati (slametan mendoakan calon bayi yang masih berumur 4 bulan dalam kandungan) , puputan (lepas pusar), dan masih banyak lainnya.

Dalam skala yang lebih besar dapat kita jumpai praktik – praktik seperti bersih – bersih desa , resik kubur dan lainnya .Menurut Pamberton, Jawa (hal.327 – 336) praktek yang sarat dengan makna slametan dengan sajen (sesaji) tersebut dilaksanakan dengan maksud agar dapat membangun kembali hubungan dengan roh , terutama dengan roh penunggu desa (dhanyang). Dengan kata lain bersih desa bertujuan untuk menjalin hubungan damai dengan roh setempat..

Dapat dipahami bahwa slametan sering kali merupakan tradisi komunal sebagaimana disebutkan pada slametan dalam skala besar . Hanya saja slametan bentuk ini (skala) besar justru tidak tampak nilai kebersamaannya, tetapi yang menonjol adalah pesta ritual pembagian jajan pasar. Hal yang menarik warga desa mendatangi slametan bukanlah kemungkinan untuk makan bersama sebagai wujud kebersamaan , tetapi justru keinginan untuk membawa pulang makanan bertuah (berkat)[3]

C. Tradisi Lingkaran Hidup

Bagi orang Jawa , hidup ini penuh dengan upacara , Baik upacara – upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak keberadaan nya dari perut ibu, lahir , kanak–kanak , remaja , dewasa sampai dengan saat kematiannya atau juga upacara – upacara yang berkaitan dengan aktifitas kehidupan sehari – hari dalam mencari nafkah.

Upacara–upacara itu semula dilakukan dalam rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari kekuatan gaib yang tidak dikehendaki yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia .Dalam kepercayaan lama , upacara dilakukan dengan mengadakan sesaji atau semacam korban yang disajikan kepada daya – daya kekuatan gaib (roh-roh , makhluk – makhluk halus , dewa – dewa) tertentu . tentu dengan upacara itu harapan pelaku upacara adalah agar hidup senantiasa dalam keadaan selamat.

Secara luwes Islam memberikan warna baru pada upacara – upacara itu dengan sebutan kenduren atau slametan. Dalam upacara ini yang pokok adalah pembacaan doa (donga) yang dipimpin oleh orang yang dipandang memiliki pengetahuan tentang Islam , apakah seorang Modin , kaum , Lebe , atau Kiai . Selain itu , terdapat seperangkat makanan yang dihidangkan bagi peserta slametan yang disebut sebagai berkat. Makanan – makanan itu disediakan oleh Shohibul hajat . Dalam bentuknya yang khas , makanan inti adalah nasi tumpeng , ingkung ayam dan ditambah ubarampe yang lain.

Dengan pola inti serupa itulah nilai – nilai Islam telah merasuki pelaksanaan upacara slametan dan berbagai bentuknya . Geertz , demikian juga Koentjaraningrat telah mengemukakan berbagai upacara yang dilakukan oleh orang Jawa (Geertz , 1981 : 13-18 , Koentjaraningrat , 1984 : 343 – 366)

Berkaitan dengan Lingkaran hidup terdapat berbagai jenis upacara , antara lain :

1. Upacara tingkeban atau mitoni . Dilakukan pada saat janin berusia tujuh bulan dalam perut Ibu . Mitoni berasal dari kata pitu (tujuh).Dalam acara tersebut , disiapkan sebuah kelapa gading yang digambari wajah dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih. Maksud dan tujuannya agar bayi memiliki wajah seperti Dewa Kamajaya jika laki-laki, dan seperti Dewi Kamaratih jika perempuan. Dalam acara mitoni, ibu tertua muali memandikan ibu yang mengandung (mithoni) dengan air kembang (bunga) setaman (air yang ditaburi bunga mawar, melati, kenanga, dan kanthil). Proses ini disebut tingkeban, dimana yang mengandung (mithoni) berganti tujuh kain (baju). Setelah selesai dilanjutkan dengan berdo’a dan makan nasi dengan urap dan rujak. Slametan ini sebagai upaya untuk memohon kepada Tuhan agar anak yang dikandung nantinya menjadi anak yang dapat mikul duwur mendhem jero (mengangkat derajat) orangtua dan keluarga. Dalam tradisi santri , pada upacara tingkeban ini seperti yang dilakukan didaerah Bagelen dibacakan berjanjen dengan alat musik tamburin kecil . berjanjen ini sesungguhnya merupakan riwayat Nabi Muhammad yang bersumber dari kitab Berzanji.

2. Upacara Kelahiran , Dilakukan pada saat anak diberi nama dan pemotongan rambut (bercukur) , pada waktu bayi berumur 7 hari atau sepasar . Upacara ini disebut juga Nyepasari . dalam upacara islam santri upacara ini disebut dengan Aqiqah yang diucapkan dalam lidah Jawa Kekah , ditandai dengan penyembelihan hewan aqiqah berupa 2 ekor kambing bagi anak laki – laki dan 1 ekor kambing bagi anak perempuan.

Bahwa tujuan aqiqah menurut agama islam adalah membersihkan noda dan kotoran yang ada di kepala bayi “Rasulullah menyembelih hewan aqiqah untuk hasan dan husain dihari ketujuh, memberi nama keduanya dan beliau memerintahkan agar kepala nya dibersihkan dari kotor”.

3. Upacara sunatan , dilakukan pada saat anak laki – laki dikhitan , pada berbagai masyarakat pelaksanaannya berbeda-beda . Ada yang melaksanakannya antara usia 4-8 tahun , dan pada masyarakat yang lain dilaksanakan tatkala anak berusia antara 12-14 tahun. Pelaksanaan khitan ini merupakan wujud nyata tentang pelaksanaan hukum Islam. Sunatan atau khitanan merupakan pernyataan pengukuhan sebagai orang islam. Mengandung makna mengislamkan (ngislamaken)

Ibnul Qoyyim menerangkan “khitan mengandung unsur kesehatan, kebersihan, kerapian, dan mempercantik kondisi fisik serta menormalkan syahwat. Jika dilepas manusia bagaikan hewan, namun sebaliknya bila dikebiri maka manusia layaknya benda mati. Dan khitan menyeimbangkan nya. Oleh karena itu, engkau dapati lelaki atau wanita yang tidak berkhitan, tidak pernah merasa kenyang dengan jima’ (bersetubuh)”.[4]

4. Upacara Perkawinan , dilakukan pada saat pasangan muda – mudi akan memasuki jenjang berumah tangga . ditandai secara khas dengan pelaksanaan syari’at islam yakni aqad nikah (ijab qabul) yang dilakukan oleh pihak mempelai wanita dengan pihak mempelai pria dan disaksikan oleh dua orang saksi.

Nikah adalah salah satu asas pokok dalam hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan turunan, tetapi perkawinan itu dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan yang lain. Serta perkenalan itu akan menjadi jalan buat yang menyampaikan kepada kepada bertolong-tolongan antara satu dengan yang lainnya.[5]

Faedah yang terbesar dalam perkawinan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu daripada kebinasaan. Sebab seorang perempuan apabila ia sudah kawin, maka nafkahnya (belanjanya) jadi wajib atas tanggungan suaminya.[6]

5. Upacara kematian , pada saat mempersiapkan penguburan orang mati yang ditandai dengan memandikan , mengkafani , mensholati , dan pada akhirnya menguburkan . Setelah penguburan itu selesai selama sepekan diadakan slametan mitung dina ,(tujuh hari), slametan matang puluh (40 hari), Slametan Nyatus (100 hari), satu tahun (mendhak sepisan) , dua tahun (Mendhak pindho) , dan tiga tahun (Nyewu). Tahlilan kirim do’a kepada leluhur terkadang dilakukan juga oleh keluarga secara bersama-sama pada saat ziarah kubur , khususnya pada saat menjelang bulan ramadlan . Upacara ziarah kubur ini disebut nyadran.

Bentuk upacara lain , selain berkaitan dengan lingkaran hidup , terdapat pula upacara yang berkenaan dengan kekeramatan bulan – bulan hijriyah seperti upacara bakda besar,, Suran, Mbubar suran, Saparan, Dina wekasan, Muludan, Jumadil awalan, Jumadil akhiran , Rejeban (Mikhradan), Ngruwah (Megengan) , Maleman, Riyayan , Sawalan (kupatan), Sela dan sedekahan Haji[7]

IV. KESIMPULAN

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang ada di masyarakat yang dilakukan dari generasi ke generasi seterusnya secara terus menerus dan bertahap dari tahun ke tahun . Ada yang menyebutkan bahwa tradisi sama dengan kebudayaan , tapi definisi dari kebudayaan itu sendiri adalah penjelamaan (manifestasi ) akal dan rasa manusia , hal mana berarti pula bahwa manusialah yang menciptakan kebudayaan atau tradisi itu sendiri .

Tradisi slametan berakar dari budaya asli Jawa (animisme dan dinamisme) dan selanjutnya dihidupkan dan diperkaya oleh budaya Hindu Budha. Masuknya Islam di Jawa menggunakan pola “damai” dengan persuasi sehingga masih terdapat simbol-simbol budaya masa lalu (animisme-dinamisme, Hindu-Budha yang masih menjadi “pola” pikir dan paradigma masyarakat Jawa).

Slametan adalah konsep universal yang di setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda. Hal ini karena kesadaran akan diri yang “lemah” di hadapan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia. Di Jawa Kuno, kekuatan diri adalah kekuatan benda dan ruh nenek-moyang yang pada saat Islam datang ditranformasikan pada selamat dari kekuatan Tuhan yang dapat merugikan diri manusia.

Tradisi berkaitan dengan Lingkaran hidup bagi Orang Jawa antara lain :

  1. Upacara tingkeban atau Mitoni
  2. Upacara Kelahiran
  3. Upacara Sunatan
  4. Upacara Perkawinan
  5. Upacara Kematian

V. PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan . Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan . untuk itu , kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan dan hazanah ilmu pengetahuan kita , Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Amin , Darori , HM. Drs., Islam & Kebudayaan Jawa , Yogyakarta : Gama Media , 2002

Eliade , Micrea , Sakral dan Profan , ( Pent.Nurwanto ) , Yogyakarta: Fajar pustaka,2002

Rasjid, Sulaiman,H, Fiqih Islam (Cetakan Tujuh Belas),Jakarta: Attahiriyah,1976

Schuon , Fritjhof ( Muhammad Isa Nurudin ) , Islam Filsafat Perenial ( Judul asli : Islam and the perennial Philoshophy ), Bandung : Mizan , 1993

http:// www. 6-proses – akulturasi- islam–dengan–budaya–jawa–pdf. Dikutip pada hari Selasa, 22 April 2008 pukul 13.35 WIB.

http://www.cafe-muslimah.com Dikutip pada hari Kamis, 22 Mei 2008 pukul 14.20 WIB.



[1] Micrea Eliade , Sakral dan Profan , ( Pent.Nurwanto ) , Yogyakarta: Fajar pustaka,2002,hal.131

[2] Fritjhof Schuon ( Muhammad Isa Nurudin ) , Islam Filsafat Perenial ( Judul asli : Islam and the perennial Philoshophy ), Bandung : Mizan , 1993

[3] http : // www. 6- proses – akulturasi – islam – dengan – budaya – jawa – pdf.

[4] http://www.cafe-muslimah.com

[5] H. Sulaiman Rasjid,Fiqih Islam (Cetakan Tujuh Belas),Jakarta: Attahiriyah,1976,hlm.355

[6] Ibid, hlm. 356

6Drs. H.M. Darori Amin, Islam & Kebudayaan Jawa , Yogyakarta : Gama Media , 2000, Hal.130-134

Selasa, 11 November 2008

Hidup Yang Penuh Misteri

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Salam Jumpa,

Hidup di dunia ini memang penuh misteri. Kita sulit untuk menebak apa yang menjadi rahasia Illahi. Terkadang secara fisik kondisi badan kita fit and sehat2 aja tau2 esok kita dalam kondisi sakit yang akut tanpa ada sebab yang jelas. Sekarang kita dalam kondisi kaya raya , materi melimpah, segala kebutuhan hidup tercukupi tahu nya esok kita dalam kondisi yang penuh kesulitan. Hidup ini bagaikan roda yang berputar. Kadang kita berada dibawah kadang kita juga berada di atas begitu juga sebaliknya. Untuk itu kita harus mensyukuri apa yang Allah SWT berikan kepada kita. Segala sesuatu nya sudah ada yang mengatur manusia tinggal menjalankan nya saja, tentunya harus disertai dengan Ikhtiar dan Do'a.
Semoga hidup kita lebih bermakna dan selalu berada di jalan Nya.

Sekian dulu ya..........

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.